Dalam liburan kali ini, kami mendapat tugas religiositas untuk mewawancarai seseorang narasumber yang merupakan salah satu orang tak mampu di Jakarta ini. Ketika kami sedang asyik jalan-jalan mengitari kompleks perumahan, kami menemui seorang ibu yang cukup tua, Namanya adalah Ibu Kusnah. Beliau adalah seorang penyapu jalan di daerah Kelapa Gading, tepatnya di Perumahan Gading Arcadia. Ia mempunyai 2 orang anak dan seorang suami. Ia lahir di Cirebon, tanggal 28 juli 1968. Kira-kira beliau telah berumur 40 tahun.
Ibu Kusnah mengaku bahwa untuk bertahan hidup di Jakarta sangatlah sulit, apalagi dengan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat. Ibu Kusnah merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya sebagai tukang sapu itu, namun, biar bagaimanapun Ibu Kusnah harus tetap bekerja untuk mencari nafkah, karena suaminya adalah seorang pengangguran sehingga tidak mungkin kalau ia tidak bekerja. Kalau ia tidak bekerja, keluarganya tidak bisa makan, tidak bisa sekolah dan tentunya tidak bisa bertahan hidup hingga sekarang ini. Tidak ada seorangpun yang suka menjadi penyapu jalan, namun hanya inilah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh ibu tersebut.
Ibu Kusnah tinggal di sebuah rumah yang menurut kami tidak layak untuk ditinggali, karena menurut ceritanya,, Ibu Kusnah tinggal di sebuah rumah dengan dinding yang terbuat dari triplek dan atap dengan genting seadanya. Lantainya pun tidak dikeramik,, melainkan hanya tanah kosong begitu saja. Setiap malam, Ibu dengan 2 orang anak itu tidur dalam satu tempat tidur. Mereka tidur beramai-ramai, meskipun berdempet-dempetan, karena sudah tidak memiliki cukup uang untuk membeli sebuah tempat tidur. Rumahnya sangat sempit,, semua aktivitas dilakukannya disitu, memasak,, tidur,, mencuci,, smuanya…
Uang hasil kerja yaitu 300 ribu rupiah perbulan, digunakan untuk membayar sekolah anak-anaknya, juga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, seperti makan, ke pasar, dan kebutuhan lainnya seperti minyak goreng, sabun cuci, dan sebagainya. Ibu Kusnah berkata bahwa uang sebesar 300 ribu sebenarnya tidak cukup untuk kebutuhan keluarganya itu, namun mereka harus berupaya untuk mencukupi itu semua, karena mereka tidak memiliki penghasilan lainnya.
Ibu Kusnah sangat sedih kalau melihat anak-anaknya makan nasi dengan tahu/tempe saja setiap hari. Sebenarnya kalau ia memiliki uang yang lebih ia ingin sekali membelikan anaknya itu daging untuk dimakan. Karena mereka hanya makan daging kira-kira setahun sekali ketika ada penyembelihan kurban.
Namun,, dibalik itu semua, ibu Kusnah sangat mencintai pekerjaannya, karena ia berpikir bahwa tidak semua orang itu beruntung seperti dia bisa mendapatkan pekerjaan. Masih banyak orang diluar sana yang mengantri panjang2 untuk melamar pekerjaan, namun sia-sia lah hasilnya. Ditolak atau bahkan mereka menjadi pengangguran. Memang tidak enak menjadi seorang penyapu jalan, bekerja di bawah teriknya panas matahari, dan bahkan berkeringat serta lelah namun Ibu Kusnah senang bisa menjadi berkat bagi masyarakat sekitar, membantu membersihkan lingkungan serta membuat lingkungan menjadi lebih asri walaupun beliau hanyalah seorang penyapu jalan. Ibu Kusnah tidak pernah mengeluh menjadi seorang penyapu jalan dan tidak malu melakukan pekerjaan ini.
Itulah kisah Ibu Kusnah yang merupakan seorang penyapu jalan.
Jennifer-10 dan Yosella-32
Itulah kisah Ibu Kusnah yang merupakan seorang penyapu jalan.
Jennifer-10 dan Yosella-32
Refleksi Jennifer:
Setelah mewawancarai Ibu Kusnah, saya lebih mensyukuri kehidupan yang sedang saya jalani ini. Sering kali saya mengeluh terhadap apa yang telah saya dapatkan dalam hidup ini. Terkadang saya lupa untuk mensyukuri segala karunia yang telah Tuhan limpahkan kepada saya. Saya suka malas belajar, kurang menghargai makanan, dan lain sebagainya. Saya tidak menyadari bahwa masih banyak orang-orang yang mengharapkan makanan, sekolah, dan kehidupan yang lebih layak, seperti Ibu Kusnah misalnya.
Namun, setelah saya mendengarkan cerita darinya, saya pun menyadari bahwa saya jauh lebih beruntung dari anak-anak Ibu Kusnah. Saya masih bisa makan sampai kenyang, bersekolah di sekolah yang bagus, punya baju bagus, dan masih banyak lagi. Ternyata, berkat Tuhan sangat berlimpah dalam hidup saya. Saya pun berterima kasih kepada Tuhan dan berjanji akan selalu mensyukuri dan menghargai hidup saya.
Setelah mewawancarai Ibu Kusnah, saya lebih mensyukuri kehidupan yang sedang saya jalani ini. Sering kali saya mengeluh terhadap apa yang telah saya dapatkan dalam hidup ini. Terkadang saya lupa untuk mensyukuri segala karunia yang telah Tuhan limpahkan kepada saya. Saya suka malas belajar, kurang menghargai makanan, dan lain sebagainya. Saya tidak menyadari bahwa masih banyak orang-orang yang mengharapkan makanan, sekolah, dan kehidupan yang lebih layak, seperti Ibu Kusnah misalnya.
Namun, setelah saya mendengarkan cerita darinya, saya pun menyadari bahwa saya jauh lebih beruntung dari anak-anak Ibu Kusnah. Saya masih bisa makan sampai kenyang, bersekolah di sekolah yang bagus, punya baju bagus, dan masih banyak lagi. Ternyata, berkat Tuhan sangat berlimpah dalam hidup saya. Saya pun berterima kasih kepada Tuhan dan berjanji akan selalu mensyukuri dan menghargai hidup saya.
No comments:
Post a Comment