LINTANG X4 - 18
Tanggal 23 April yang lalu saya dan Triska melakukan wawancara dengan 3 orang waria. Mereka bernama Alda, Reva, dan Rini. Ketiga waria ini sudah cukup lama bekerja sebagai waria. Biasanya pada siang hari mereka berkeliling di sekitar perumahan di daerah Pasar Minggu. Dan pada malam hari menjelang pagi mereka terkadang mendapat job untuk manggung di diskotik.
Kehidupan mereka sungguh memprihatinkan bagi saya. Karena umur mereka yang masih terbilang muda, seharusnya bisa membantu keluarga mereka dengan pekerjaan yang lebih layak seperti cleaning service. Namun karena keterbatasan pendidikan baik di sekolah maupun pendidikan moral menyebabkan mereka terjerumus ke dalam dunia yang mungkin sebenarnya mereka tak ingini. Seperti yang dialami oleh Rini salah satu waria yang mengaku bahwa pekerjaan ini dilakukannya karena terpaksa untuk membantu ekonomi keluarganya walaupun sampai sekarang kedua orangtuanya belum mengetahui tentang keseharian anaknya ini.
Dari percakapan singkat yang saya lakukan bersama dengan Triska beberapa hari yang lalu, saya menyadari bahwa banyak orang di sekitar kita yang juga hidup dalam keterbatasan. Bahkan sampai melakukan hal tabu demi mencari uang untuk mendapatkan sesuap nasi. Terkadang kita masih sering mengeluh di saat apa yang kita ingini dan kita perlukan tidak bisa terpenuhi. Padahal di luar sana dan yang juga ketiga waria itu alami, belum tentu mereka bisa makan tiga kali sehari seperti yang biasa kita lakukan. Hal ini membuat saya tersadar bahwa seharusnya kita bersyukur dengan apa yang kita punyai dan harus bisa menerima kekurangan . Seperti halnya kata pepatah bahwa manusia hidup tidak akan pernah puas begitulah juga dengan kita alami di masa sekarang. Walaupun satu kebutuhan kita terpenuhi nantinya akan muncul lagi kebutuhan – kebutuhan lain yang tiada henti. Saya menjadi lebih berpikir untuk menerima dan mensyukuri apa yang telah saya miliki sekalipun saya masih selalu merasa kekurangan.
Tidak hanya rasa syukur yang saya dapatkan, tetapi juga rasa untuk menerima adanya perbedaan di tengah – tengah kita. Saya yang menganggap tadinya waria adalah kaum terbuang sekarang menjadi lebih menyadari bahwa mereka juga adalah kaum yang perlu dihargai. Selain karena usaha keras mereka untuk menghidupi diri,juga usaha mereka untuk dapat diterima di masyarakat yang kebanyakan memandang mereka sebelah mata.
Hal lain yang saya dapatkan adalah ketika mereka menganggap sebuah tantangan menjadi sesuatu yang menyenangkan membuat saya tersadar untuk bisa menjalani hidup ini dengan bahagia dan menganggap hidup adalah suatu kesempatan di mana kita harus menjalaninya dengan suka cita, menganggap tantangan atau kesedihan sebagai bumbu sehingga hidup bukan sekedar hidup yang rasanya hambar. dan menurut saya, kemiskinan bukanlah menjadi sebuah alasan di mana seseorang menjadi terpuruk dan tidak bisa tegak berdiri menjalani hidupnya dengan gembira seperti yang saya simpulkan dari ketiga waria tersebut dalam menjalani kesehariannya.
Kehidupan mereka sungguh memprihatinkan bagi saya. Karena umur mereka yang masih terbilang muda, seharusnya bisa membantu keluarga mereka dengan pekerjaan yang lebih layak seperti cleaning service. Namun karena keterbatasan pendidikan baik di sekolah maupun pendidikan moral menyebabkan mereka terjerumus ke dalam dunia yang mungkin sebenarnya mereka tak ingini. Seperti yang dialami oleh Rini salah satu waria yang mengaku bahwa pekerjaan ini dilakukannya karena terpaksa untuk membantu ekonomi keluarganya walaupun sampai sekarang kedua orangtuanya belum mengetahui tentang keseharian anaknya ini.
Dari percakapan singkat yang saya lakukan bersama dengan Triska beberapa hari yang lalu, saya menyadari bahwa banyak orang di sekitar kita yang juga hidup dalam keterbatasan. Bahkan sampai melakukan hal tabu demi mencari uang untuk mendapatkan sesuap nasi. Terkadang kita masih sering mengeluh di saat apa yang kita ingini dan kita perlukan tidak bisa terpenuhi. Padahal di luar sana dan yang juga ketiga waria itu alami, belum tentu mereka bisa makan tiga kali sehari seperti yang biasa kita lakukan. Hal ini membuat saya tersadar bahwa seharusnya kita bersyukur dengan apa yang kita punyai dan harus bisa menerima kekurangan . Seperti halnya kata pepatah bahwa manusia hidup tidak akan pernah puas begitulah juga dengan kita alami di masa sekarang. Walaupun satu kebutuhan kita terpenuhi nantinya akan muncul lagi kebutuhan – kebutuhan lain yang tiada henti. Saya menjadi lebih berpikir untuk menerima dan mensyukuri apa yang telah saya miliki sekalipun saya masih selalu merasa kekurangan.
Tidak hanya rasa syukur yang saya dapatkan, tetapi juga rasa untuk menerima adanya perbedaan di tengah – tengah kita. Saya yang menganggap tadinya waria adalah kaum terbuang sekarang menjadi lebih menyadari bahwa mereka juga adalah kaum yang perlu dihargai. Selain karena usaha keras mereka untuk menghidupi diri,juga usaha mereka untuk dapat diterima di masyarakat yang kebanyakan memandang mereka sebelah mata.
Hal lain yang saya dapatkan adalah ketika mereka menganggap sebuah tantangan menjadi sesuatu yang menyenangkan membuat saya tersadar untuk bisa menjalani hidup ini dengan bahagia dan menganggap hidup adalah suatu kesempatan di mana kita harus menjalaninya dengan suka cita, menganggap tantangan atau kesedihan sebagai bumbu sehingga hidup bukan sekedar hidup yang rasanya hambar. dan menurut saya, kemiskinan bukanlah menjadi sebuah alasan di mana seseorang menjadi terpuruk dan tidak bisa tegak berdiri menjalani hidupnya dengan gembira seperti yang saya simpulkan dari ketiga waria tersebut dalam menjalani kesehariannya.
No comments:
Post a Comment