Wednesday, April 23, 2008

Refleksi Religiositas tentang Kemiskinan

Setelah saya melakukan wawancara bersama Michelle dengan seorang penjual kue ape dan kue cubit yang bernama Pak Ishak. Saya mulai menyadari bahwa di dunia ini masih banyak orang yang harus kita perhatikan.
Saya melihat bahwa kondisi Pak Ishak berada dalam keadaan terjepit. Aslinya dia tinggal di Bogor. Dan dia merantau ke Jakarta dengan meninggalkan anak dan istrinya di Bogor. Saat merantau ke Jakarta dia mempunyai tujuan untuk tinggal bersama adiknya yang bekerja di Jakarta. Semula di Bogor dia bekerja di pemerintahan desa selama kurang lebih 16 tahun. Dan sekarang dia sudah bekerja sebagai penjual kue selama 5 tahun. Memang awalnya dia masih bisa hidup bersama keluarganya. Namun setelah kehilangan pekerjaan di desa dia harus pergi meninggalkan 5 orang anaknya untuk mencari nafkah di Jakarta. Dia tidak perduli apapun pekerjaan yang dia dapatkan. Yang penting dia mencari uang dengan cara yang halal dan baginya yang penting anak dan istrinya di kampung bisa hidup. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk hidup mewah. Baginya yang penting apa yang dilakukan hari ini bisa menyambung hidup utuk esok hari.
Tidak mudah menjalani hidup sebagai seorang tukang kue yang setiap hari menjajakan kue buatannya di depan Pasar Baru. Setiap hari pemasukkan yang dia dapat tidak menentu. Kadang bisa balik modal, kadang ada lebih, kadang malah merugi. Namun apapun yang terjadi dia tetap mensyukuri apa yang dia dapat. Karena baginya rejeki ada di tangan Tuhan. Dia berjualan pun supaya ada pekerjaan, bisa dibilang yang penting dapat uang. Daripada menganggur sama sekali dan tidak berbuat apa-apa.
Di Jakarta dia tinggal di Karang Anyar. Dia tidak punya rumah tetap di Jakarta, melainkan tempat yang dia sewa. Dan hampir seperti orang yang tinggal ngekos, dia harus membayar sewa itu tiap bulan. Bisa dilihat bahwa untuk hidup sehari-hari dan mendapatkan modal lagi saja sudah cukup sulit, namun dia tetap harus membayar uang sewa untuk dapat tetap tinggal di Jakarta. Meskipun bisnis yang dia jalankan tak bisa memberikannya kepastian. Namun menurutnya uangnya selalu cukup apapun yang terjadi. Bisa dilihat dia begitu tabah dalam menjalani hidup yang serba pas-pasan. Dia sebenarnya agak malu saat diwawancarai. Namun kami tetap berusaha agar dia mau menceritakan kehidupan yang selama ini dijalaninya.
Di sisi lain saya merasa Pak Ishak ini merupakan orang yang hebat, karena dia tetap tabah dalam menjalani hidupnya. Meski saat ini beban hidupnya bertambah dengan adanya seorang cucu di keluarganya. Namun dia tetap berusaha agar dapat mencari uang dan meringankan beban keluarganya. Salah seorang anaknya pun menjalankan usaha kecil-kecilan di kampung, namun tetap saja tidak bisa menutupi biaya hidup yang kian meningkat saat ini. Saya pun melihat adanya kebanggaan terhadap apa yang dijalani selama ini. Dia berkata bahwa dia bekerja yang penting dapat uang dan selama pekerjaan itu bukan pekerjaan yang haram. Dia tak mau anak-anaknya bisa makan karena hasil dari uang haram. Selain itu dia juga memiliki jiwa yang sosial, karena tak jarang saat dagangan dia tak laku sampai habis, dia membagikan apa yang dijualnya (kue-kue itu) kepada teman-temannya sesama pedangang. Padahal untuk balik modal saja masih sulit, tapi dia mau berbagi dengan sahabatnya. Memang sih tidak baik untuk membuang-buang makanan. Makanya dia amat menghargai apa itu makanan. Dia tahu betapa sulitnya mencari uang hanya untuk sesuap nasi…
Saya juga pernah mengalami kejadian serupa saat saya pulang dari sekolah dan berbincang-bincang dengan seorang sopir mikrolet yang sejujurnya sama sekali tak saya kenal. Dia juga berkata bahwa cari uang di Jakarta memang susah, yang penting bisa dapat uang untuk esok hari dan uang itu bukan uang haram, melainkan uang dari hasil usaha dan keringat sendiri. Saya bisa melihat bahwa dalam diri mereka (orang-orang kecil) ada kebanggaan bahwa mereka bisa bekerja dan mecari uang sendiri selama uang itu hasil kerja keras dan jerih payah mereka.
Maka dari itu kita yang sehari-hari bisa makan dengan enak dan hidup dengan nyaman tanpa perlu bersusah-payah, harus belajar untuk lebih memahami penderitaan mereka dan lebih memperhatikan keadaan orang di sekitar kita, Karena mereka sebenarnya layak mendapatkan lebih dari yang mereka dapat, namun keadaan di sekitar mereka tidak memungkinkan mereka mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Dan kita tak pernah boleh menganggap mereka lebih rendah dan lebih hina dari mereka, karena di balik kemiskinan mereka, kadang mereka memiliki jiwa sosial yang lebih besar dari kita sendiri.

Margareth
X-4 / 17

No comments: