oleh Triska (29)
Wawancara dengan ketiga waria ini telah memberikan nilai-nilai kehidupan yang dapat saya petik, yaitu tentang bersyukur atas hidup, menikmati hidup ini, dan menerima perbedaan dalam masyarakat.
Saya merasa iba kepada mereka yang terpaksa menjalani pekerjaan sebagai pengamen karena mereka tidak memiliki keterampilan yang dituntut profesi-profesi lain yang lebih layak. Apalagi dengan orientasi mereka yang mengundang cemooh dari kalangan masyarakat.
Selama ini mungkin kita pun telah berlaku buruk terhadap kaum waria seperti mereka. Kita sering takut dan jijik terhadap mereka, sama seperti apa yang saya dan Lintang rasakan saat menghampiri mereka. Namun setelah menyelami pikiran mereka, berbincang-bincang tentang harapan untuk masa depan... saya menyadari bahwa mereka pun sama seperti kita.
Mereka, seperti kita, juga berharap untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang baik. Jangankan baik, mereka bahkan hanya mengharapkan yang 'layak' dan 'normal' seperti orang-orang lain pada umumnya. Bahkan jika ditilik lebih lanjut, usaha mereka untuk mencapai impian yang sesederhana itu justru lebih sulit dibandingkan dengan kita yang nantinya akan menjalani kehidupan 'layak' itu dengan sendirinya, mengingat banyaknya tembok penghalang bagi perbedaan-perbedaan yang ada di dalam diri mereka.
Contohnya Alda yang seorang gay, ia menyatakan bahwa dirinya tidak akan menikah (meskipun tentunya ia ingin) dikarenakan hukum di Indonesia yang melarang pernikahan gay. Atau Rini yang terpaksa menjadi waria untuk mencari nafkah karena tidak memiliki keterampilan khusus. Namun nantinya pasti image waria dan gay akan terus menempel pada diri Rini, yang akan menghambatnya dalam mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Meskipun begitu, mereka bertiga tetap berusaha semaksimal mungkin dalam menjalani hidup ini sebaik-baiknya.
Kita mungkin sekarang hanya akan berpikir, "Saya 'kan tidak seperti mereka, untuk memikirkan orang-orang semacam mereka?". Namun apabila kita berada di posisi mereka, sebagai waria dari kalangan menengah ke bawah, dengan keterampilan pas-pasan, apakah kita dapat bertahan hidup seperti mereka? Apakah kita dapat selalu menikmati hidup ini apa adanya seperti mereka?
Seringkali kita mempermasalahkan hal-hal yang sesungguhnya sepele dalam hidup ini. Sering juga kita mensesalkan kegagalan atau kesalahan kecil yang telah kita lakukan, sampai terlarut-larut di dalamnya dalam waktu yang lama. Tanpa melihat bahwa kita masih memiliki hidup yang baik, yang takkan terpengaruh dengan kesalahan kecil kita itu. Tanpa melihat bahwa di sekeliling kita masih banyak orang-orang yang lebih kesusahan dalam menjalani hidupnya, yang jauh lebih tak beruntung dibandingkan kita. Tanpa berpikir bahwa kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kita dan tidak mengulanginya lagi di lain waktu.
Alda, Rini, dan Reva menjalani hidup yang lebih berat daripada kita. Namun mereka masih dapat tersenyum dan menikmati segala suka duka dan tantangan yang dihadapi dalam hidup mereka. Itulah yang dapat saya tiru dari mereka.
Seperti kata Reva, "Yang penting dibawa happy aja."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment